Aku bukan perawan tua

Aku adalah seorang guru di sebuah SMA terkenal di Jakarta. Kata muridku, aku ini cantik tapi sayang sampai saat ini aku belum juga menikah. Umurku kini sudah tidak muda lagi, aku sudah berusia 30 tahun. Teman-teman seusiaku rata-rata sudah menikah dan memiliki anak dua. Bukan aku yang menginginkan semua ini terjadi. Apa salah kalau aku ingin menuntut ilmu setinggi mungkin?.
            “Tokkkk...tokkkk,” suara seseorang mengetuk pintu kamarku.
            “Siapa?” tanyaku.
            “Bibi non,”
            “Iya masuk bi, pintunya nggak Yuna kunci,”
            “Ini non,” kata pembantuku sambil menyerahkan undangan berwarna merah muda.
            “Iya terimakasih bi,”
Aku pun lalu membaca undangan itu.
            “Putri keponakanku mau menikah? Tapi dia kan baru lulus SMA,” ucapku tak percaya.
Aku tidak habis pikir, anak jaman sekarang sangat mudah sekali untuk memutuskan menikah, bahkan tidak jarang aku melihat banyak anak di bawah umur yang sudah mempunyai pacar, sedangkan aku yang memiliki umur matang untuk menikah malah belum mempunyai calon pendamping.
                                                                        ***********
            Hari ini aku absen mengajar. Ada acara kumpul keluarga di kampung halamanku yaitu Jogjakarta. Awalnya aku sangat bersemangat karena ingin melepas rindu sengan sanak keluargaku, tapi tidak setelah aku tiba disana. Bukannya aku disambut dengan senyuman, yang ada aku malah disambut dengan lirikan-lirikan sinis oleh saudaraku dan terkadang aku mendengar mereka saling berbisik satu sama lain.
            “Eh Yuna, sini cah ayu,” ucap eyang putriku.
Aku pun lalu mendekat menuju eyang putri. Memang dari sekian banyaknya saudaraku, hanya eyang putrilah yang paling mengerti aku.
            “Gimana pekerjaan kamu di Jakarta ? lancar toh?” tanya eyang putri.
            “Alhamdulillah lancar eyang,”
            “Terus apa kamu sudah mempunyai calon pendamping?” sahut ibuku.
            “Belum bu,” jawabku sambil menunduk.
            “Bagaimana sih kamu ini? Apa kamu tidak malu kalau kamu di cap sebagai perawan tua? Kemarin ibu carikan jodoh, kamu menolaknya. Sekarang, kamu cari pasangan sendiri pun tidak bisa,”
            “Aku ndak cinta sama dia bu,” ucapku sambil mengusap air mata di pipiku.
Ibu lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Sedang eyang putri memelukku erat-erat.
                                                 
           **************
            Kejadian dan ucapan ibu kemarin masih jelas teringat di dalam benakku. Aku tidak mau dicap sebagai perawan tua, tapi aku juga tidak mau kalau aku salah memilih laki-laki. Bagiku, menikah itu hanya sekali dalam seumur hidup, jadi aku harus benar-benar mendapatkan laki-laki yang baik untukku.
            “Bu Yuna, bu.. bu,” ucap pak Agus membuyarkan lamunanku.
            “Ohh iya ada apa pak?”
            “Bu Yuna kenapa melamun?”
Tiba-tiba aku sadar kalau yang berbicara denganku ini adalah pak Agus. Pak Agus adalah guru matematika yang terkenal kaku dan killer. Bahkan dengan sesama guru pun dia jarang berbicara, dan kini guru yang jarang berbicara itu mengajakku bicara? Ada apa ini?. Kami pun akhirnya ngobrol dari pengalaman mengajar sampai kesukaan masing-masing.
                                                            ************
            Liburan kali ini aku sengaja pulang ke Jogjakarta, aku ingin lebih dekat dengan ibu dan semoga hubunganku dengan ibu bisa seperti dulu lagi. Dulu aku dan ibu tidak pernah bertengkar, tapi semenjak aku memutuskan untuk menolak lamaran laki-laki pilihan ibu dan lebih memilih untuk kuliah, hubungan kami pun menjadi retak. Tiba-tiba...
“Assalamualaikum,” ucap seseorang.
            “Walaikumsalam,” sahut ibuku.
Ibuku kaget dan bingung karena ada keluarga besar yang datang kerumahku. Ibu pun langsung mempersilahkan mereka masuk dan menyuruhku untuk membuat minuman untuk tamu.
            “Hah, pak Agus?” ucapku kaget.
            “Iya bu Yuna,” jawabnya sambil tersenyum.
            “Pak Agus ada apa kok sampai jauh-jauh ke rumah ibu saya?”
            “Begini bu, saya kemari karena saya ingin melamar ibu,” ucap pak Agus sambil membuka kotak yang berisi cincin.
Aku kaget sekaligus tidak percaya dengan semua ini.
            “Bu, saya sebenarnya sudah sejak lama menaruh hati kepada bu Yuna, tapi saya pikir ibu sudah mempunyai suami, tapi ternyata belum. Dan akhrinya saya memberanikan diri saya untuk melamar bu Yuna sebagai istri saya, bagaimana bu?”
Aku tidak langsung menjawab pertanyaan pak Agus. Aku masih bingung dengan semua ini. Apalagi pak Agus adalah seorang duda beranak satu. Tapi di lain sisi aku sangat nyaman bisa ngobrol dengan pak Agus seperti kemarin. Aku pun lalu menoleh ke arah ibuku.
            “Semua terserah kamu nak, yang penting kamu bahagia,” bisik ibu.
                                                            *****************
            Hari ini tanggal 11 November 2009 adalah hari yang sangat penting untukku dan pak Agus yang kini telah sah menjadi suamiku. Aku bahagia akhrinya aku menemukan laki-laki yang sangat baik kepadaku. Aku pun kini menjadi ibu untuk bayu, anak suamiku. Meskipun dia bukan anak kandungku, tetapi aku sudah menganggapnya anak kandungku dan aku menyayanginya.
            Terima kasih tuhan kau telah memberikan yang terbaik untukku, meskipun pada awalnya aku harus bersabar dan berlapang dada menerima hinaan dan cacian dari orang di sekitarku, tapi akhirnya kini aku sudah memiliki keluarga. Kami bertiga hidup bahagia dan sebentar lagi bayu akan mendapatkan adik.


No comments:

Post a Comment